Pernahkah kamu merasa? Kamu sudah beristighfar sebanyak-banyaknya. Sudah penat  menyesali perbuatan dosa yang lalu yang menggunung tinggi. Jatuh rebah berkali-kali kerana  kecewa dengan diri sendiri. Dosa-dosa yang lalu seakan-akan menghantui terimbau tanpa henti.  Ya. Diri sendiri yang melakukan dosa. Siapa yang menyuruh mendekati dosa? Allah SWT  sudah berkali-kali memberi peringatan di dalam Al Quran dan Allah SWT tidak akan pernah  menzalimi hamba-hambanya. 

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah. Dan jika ada  kebajikan sebesar zarah, nescaya Allah akan melipat gandakannya dari sisi-Nya pahala  yang besar,”. (Surah An-Nisa’:40) 

Allah SWT sendiri yang melarang kita daripada mengikut jejak langkah syaitan. Kita  sahaja yang berdegil mahukan kenikmatan yang sementara. Walhal, diri kita sudah tahu, itu  adalah perbuatan dosa. 

Kesedihan demi kesedihan sebenarnya merupakan tanda kasih sayang Allah SWT agar  kita kembali kepada jalan-Nya. Rasa itu hadir supaya kita lebih berhati-hati ketika kaki  melangkah memilih di setiap persimpangan jalan di dunia yang penuh dengan fatamorgana ini. Tanpa kita sedari, sebenarnya yang mencipta tangisan kesedihan dan juga gelak ketawa adalah  Allah Azza Wa Jalla. Dia lah yang meletakkan kesedihan itu di dalam hati para hamba-Nya. 

“Dan bahawa sesungguhnya, Dia lah yang menyebabkan (seseorang itu bergembira)  tertawa dan menyebabkan (seseorang itu berdukacita) menangis.” (Surah An-Najm:43) 

Kesedihan dengan setiap dosa-dosa itu bukanlah penyakit “anxiety” atau salah  satu tekanan hidup. Kesedihan itu sebenarnya menjadikan kita lebih memahami dengan lebih  mendalam akan tujuan hidup di dunia ini. Menjadikan kita lebih menghayati makna istighfar  di kala sepi. Memaksa kita untuk lebih peka dengan jalan-jalan yang mendekati ke arah dosa yang memusnah jati diri. Di samping hati mengingati dosa-dosa yang menggunung tinggi. Air  mata yang mengalir ketika hati disapa sentuhan hidayah itu merupakan salah satu nikmat yang  dapat menyelamatkan kita daripada panasnya neraka Jahannam.

Dan Allah tidak sekali-kali akan menyeksa mereka, sedang engkau (wahai Muhammad)  ada di antara mereka; dan Allah tidak akan menyeksa mereka sedang mereka  beristighfar (meminta ampun). (Surah Al-Anfal: 33) 

Yang paling bahaya dan memakan diri sendiri, kita tanpa sedar berkata “kenapa aku  ditakdirkan begini? Dunia ini sungguh tidak adil!”. Kita tidak sedar bahawa ayat tersebut  seolah-olah menyalahi takdir. Sedangkan setiap apa yang telah berlaku  sebenarnya telah pun tertulis di dalam kitab perjalanan hidup kita. Kesedihan yang menghantui  kita itu, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meneguhkan hati untuk tidak mengulangi dosa  yang sama berulang kali. Dukacita yang kita hadapi itu adalah untuk menambah kecekalan hati  dalam menghadapi ujian yang sama di masa yang akan datang selama kita masih di dunia. 

Allah telah berfirman, “Wahai hamba-hambaKu, setiap kalian pasti berdosa kecuali  yang Aku jaga. Maka beristighfarlah kalian kepadaKu, nescaya kalian Aku ampuni. Dan  barangsiapa yang meyakini bahawa Aku punya kemampuan untuk mengampuni dosa dosanya, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (beberapa banyak  dosanya).” (Riwayat Ibnu Majah, Tirmidzi)

Disediakan oleh: Karang Fulanah

Leave your vote

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

I agree to these terms.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.